Hamzah

Penulis

Goenawan Muhammad

Kamis, 11 Juli 2019 07:30 WIB

Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu

AMIR Hamzah menulis di tahun 1930-an. Sajaknya menghadap Tuhan, dan menyebut-Nya "ganas", "cemburu", seakan-akan men-"cakar". Kiasan itu tak lazim, tapi puisi itu beredar. Sang penyair tak digeruduk. Ia tak dicurigai sebagai penista agama, tak pula dikafirkan. Ia dibaca: sastrawan yang paling religius, dengan karya paling indah di zamannyadengan puisi yang tetap menggetarkan orang sejak masa Pujangga Baru sampai dengan hari ini.

Amir Hamzah hidup di era pra-FPI, pra-MUI, pra-takfiri, pra-paranoia.

Ia saksi (juga Chairil Anwar di pertengahan 1940-an) bahwa Indonesia pernah punya satu periode yang pendek tapi berarti, ketika ketegangan antara sastra dan agama tak membuat penyair gentar, gagu, tenggelam.

Pernah ada masa Hamzah Fansuri, penyair dan sufi Aceh, di abad ke-17. Pada suatu hari di tahun 1637, sekitar setengah abad setelah sang sufi wafat di Mekah, ribuan kitab karyanya dan risalah yang membawakan pandangannya dibumihanguskan di halaman masjid raya Kutaraja (sekarang Banda Aceh). Seorang ulama yang berpengaruh, Nuruddin ar-Raniri, memutuskan bacaan itu "kafir yang zindiq".

Dengan kata lain: dikutuk.

Sang pengutuk, Ar-Raniri, bukan orang Aceh. Ia datang dari Gujarat, India, di tahun 1637. Meskipun tak sampai 10 tahun tinggal, ia ulama penting di istana Sultan Iskandar Tsani (1636-1641).

Seperti diceritakan Oman Fathurrahman dalam telaahnya, "Sejarah Pengkafiran dan Marginalisasi Paham Keagamaan di Melayu dan Jawa" (2011), sejak tiba di Aceh, Ar-Raniri sudah menampik pandangan Hamzah Fansuri dan pengikutnya. Mereka, katanya, kaum "wujudiyyah yang mulhid lagi zindiq"sesat, kafir, harus disingkirkan.

Dengan fatwa "kafir" dan "sesat", dengan dukungan Sultan Iskandar Tsani, Ar-Raniri pun memberangus. Korban berjatuhan, "Dengan sangat tragis," kata Oman Fathurrahman. Ar-Raniri sendiri menggambarkannya dalam bukunya yang ia tulis dalam prosa Melayu yang kaku, Fath al-Mubin: "Maka disuruh oleh raja bunuh akan mereka itu, dan disuruhnya himpunkan segala kitab karangan guru mereka di tengah medan masjid yang bernama Baiturrahman...."

Seorang pelancong Inggris, Peter Mundy, datang ke Aceh beberapa bulan setelah para penganut wujudiyyah dieksekusi. Ia mencatat kesaksian tentang kekejaman yang terjadi: seperti Inkuisisi Gereja Katolik di Spanyol di akhir abad ke-15, penguasa agama Aceh dan Sultan Iskandar Tsani membakar "para sesat" hidup-hidup.

"Sesat", "kafir", "zindiq"kita tahu cap macam itu selamanya datang dari ortodoksi agama. Ortodoksi dibangun dari hasrat menegakkan satu klaim kebenaran sebagai satu-satunya ukuran untuk menilai pendapat dan perilaku. Menjadi "satu-satunya" perlu kekuatan epistemologis tentang apa yang dianggap "benar", juga kekuasaan politik. Dengan itu pemegang ajaran "menyucikan" doktrin, membasmi pikiran dan perilaku yang "menyimpang". Seperti kata Talal Asad dalam The Idea of an Anthropology of Islam, ortodoksi bukan "semata-mata satu bangunan pendapat, tapi satu hubungan tersendirihubungan kekuasaan".

Hubungan kekuasaanjuga hubungan kekuasaan dengan bahasa. Permusuhan kepada puisi Hamzah Fansuridan kepada paham wujudiyyahtumbuh dari sikap yang risau menghadapi metafor. Ortodoksi menafikan bahasa yang polisemik, waswas akan puisi yang hidup dalam kekayaan makna.

Cukup dikenal bahwa Hamzah Fansuri, sufi dari wilayah kepulauan ini, mengibaratkan Tuhan seperti bahr al-‘amîq, "laut yang dalam". Ia ingin berbicara tentang sesuatu yang maha-tak-terjangkau. Seorang teman menunjukkan kepada saya bagaimana dengan cemerlang Hamzah Fansuri menjelaskan perumpamaan itu dalam Asrâr al-`Ârifîn fî Bayân `Ilm al-Sulûk wa al-Tawhîd: baginya, hubungan antara alam dan Tuhan begitu akrab. "Laut tiada bercerai dengan ombaknya, ombak tiada bercerai dengan laut." Dalam pertautan itu tak berarti Tuhan ada di dalam alam, ataupun di luarnya. Tuhan tak bertempat. Ia tak terhingga.

Di sini kita ingat pandangan sufistik Ibnu Arabi: alam adalah tajalli. Pada samudra, angkasa, benda-benda, dan manusia, Allah memancarkan yang menakjubkan dari Wujud-Nya. Ar-Raniri salah ketika ia menyimpulkan ajaran macam itu berarti percaya "al-’âlam huwa Allâh, huwa al-’âlam", "alam itu Allah dan Allah itu alam". Ulama asal Gujarat ini gagal menangkap kepekaan hati dan metafor pada syair Fansuri. Ia, seorang qadi, yang terbiasa membaca Kitab Suci sebagai teks legal yang tegar, tak memahami bahwa metafor adalah sesuatu yang tak terelakkanbaik dalam bahasa Quran maupun bahasa percakapan manusia. Orang menggunakannya untuk hal yang sederhana maupun untuk membicarakan Tuhan yang tak terperikan. Manusia hidup dalam bahasa, dan bahasa hidup dalam sejarah. Kata-kata selalu menolak menyempitkan diri di satu makna.

Sebab itu selalu ada ketegangan antara ortodoksi agama dan ekspresi puitik dalam sufismeekspresi yang tak bisa dikendalikan doktrin. Amir Hamzah pernah menulis, hatinya "punya kitab sendiri".

Untung, ia tak hidup di zaman Ar-Raniri. Ia juga tak hidup di zaman FPI, MUI, takfiri, hari ini.


Berita terkait

Alasan Lucu Larangan Buka Bersama ala Jokowi

1 hari lalu

Alasan Lucu Larangan Buka Bersama ala Jokowi

Pemerintah melarang pejabat negara dan kepala daerah menyelenggarakan buka puasa bersama. Larangan yang telat, dan alasannya pun keliru.

Baca Selengkapnya

Gula-Gula Menyelesaikan Pelanggaran HAM Berat

9 hari lalu

Gula-Gula Menyelesaikan Pelanggaran HAM Berat

Jokowi menerbitkan instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM yang Berat. Mengecewakan

Baca Selengkapnya

Saatnya Membangkang

11 hari lalu

Saatnya Membangkang

Menciptakan perasaan tidak berdaya yang luas di khalayak untuk mematikan dorongan melawan merupakan strategi setiap penguasa yang berambisi menjadi tiran.

Baca Selengkapnya

Peluang Pembatalan Putusan Penundaan Pemilu

15 hari lalu

Peluang Pembatalan Putusan Penundaan Pemilu

Majelis tidak bisa menafsirkan suatu sengketa jika itu diluar dari kompetensi absolutnya, walaupun melekat asas ius curia novit pada hakim.

Baca Selengkapnya

Mafia Perdagangan Manusia Bertameng Alat Negara

16 hari lalu

Mafia Perdagangan Manusia Bertameng Alat Negara

Awalnya, Romo Paschal melaporkan dugaan keterlibatan pejabat BIN dalam pengiriman pekerja migran ilegal ke Malaysia.

Baca Selengkapnya

Fadel Muhammad Bahas Dua Wacana Bersama Pj Gubernur Gorontalo

20 hari lalu

Fadel Muhammad Bahas Dua Wacana Bersama Pj Gubernur Gorontalo

Gorontalo memiliki seorang pahlawan nasional Nani Wartabone yang menjadi kebanggan rakyat Gorontalo

Baca Selengkapnya

Salah Urus Zona Aman Depo Plumpang

23 hari lalu

Salah Urus Zona Aman Depo Plumpang

Kebakaran depo Plumpang seharusnya tidak menelan banyak korban, bila aturan zona aman ditegakkan.

Baca Selengkapnya

Mengembalikan "Rumah" Sebagai Pendidikan Anak

26 hari lalu

Mengembalikan "Rumah" Sebagai Pendidikan Anak

Harus diakui bahwa gagalnya pendidikan anak disebabkan hilangnya peran "rumah" dalam pendidikan anak.

Baca Selengkapnya

Alasan Biologis Mengapa Anak Sekolah Sulit Bangun Pagi

27 hari lalu

Alasan Biologis Mengapa Anak Sekolah Sulit Bangun Pagi

Mereka yang menginjak usia belasan sering kali dianggap memiliki pola tidur yang buruk karena memiliki kesulitan untuk bangun di pagi. Penelitian membuktikan, bahwa alasan biologis memiliki peran yang jarang diketahui khalayak.

Baca Selengkapnya

Menteri KKP Beberkan Mekanisme Kuota Penangkapan bagi Pengusaha Perikanan

29 hari lalu

Menteri KKP Beberkan Mekanisme Kuota Penangkapan bagi Pengusaha Perikanan

KKP mengubah sistem pemungutan penerimaan negara bukan pajak (PNBP), dari pra-produksi ke pasca-produksi.

Baca Selengkapnya