Melanjutkan Reforma Agraria

Jumat, 5 Juli 2019 08:30 WIB

Presiden Jokowi (tengah) didampingi Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil (kedua kanan) berbincang dengan masyarakat penerima Sertifikat Tanah untuk Rakyat di Bangkalan, Madura, Jawa Timur, Rabu, 19 Desember 2018. ANTARA/Puspa Perwitasari

Didik Suharjito
Guru Besar Institut Pertanian Bogor

Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla selama 2015-2019 menargetkan 9 juta hektare tanah obyek reforma agraria selesai diredistribusi dan dilegalisasi pada tahun ini. Tanah yang menjadi obyek reforma agraria (TORA) berasal dari kawasan hutan negara seluas 4,1 juta hektare dan dari luar kawasan hutan negara seluas 4,9 juta hektare. Sebanyak 4,5 juta hektare dari luar kawasan hutan itu adalah legalisasi aset, termasuk 0,6 juta hektare tanah transmigrasi yang belum bersertifikat, serta 0,4 juta hektare hak guna usaha yang sudah habis masa berlakunya dan tanah telantar.

Dengan Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria, pemerintah menunjukkan komitmennya terhadap reforma agraria. Tujuan utamanya adalah mengurangi ketimpangan struktur penguasaan agraria (kepemilikan tanah) sehingga menciptakan keadilan sekaligus menangani sengketa dan konflik agraria.

Penataan struktur dilaksanakan melalui redistribusi dan legalisasi tanah dengan pemberian sertifikat hak milik. Subyek utama penerima redistribusi lahan adalah warga negara Indonesia yang bermukim di lokasi TORA, yaitu petani gurem yang memiliki tanah kurang dari atau sama dengan 0,25 hektare atau subyek lain yang tidak memiliki tanah dan layak menerima tanah melalui program ini.

Sampai pertengahan 2019, realisasi reforma agraria masih jauh dari target. Program itu menghadapi banyak tantangan. Di sini hanya akan disinggung dua tantangan yang harus diatasi oleh pemerintah berkenaan dengan penataan penguasaan tanah, khususnya tanah pertanian.

Advertising
Advertising

Pertama, luas penguasaan tanah. Subyek reforma agraria menerima tanah redistribusi maksimal 5,0 hektare. Namun sebagian tanah itu telah dikuasai oleh tuan tanah yang bermukim di kota tapi punya ratusan hektare tanah di daerah. Jika pemerintah memberi sertifikat hak milik kepada orang seperti ini, hal itu melanggar peraturan serta mengingkari semangat dan tujuan reforma agraria.

Peraturan presiden tersebut belum menyebutkan secara tegas batas maksimum luas tanah yang dapat dimiliki. Namun Undang-Undang Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian telah mengatur batas maksimum penguasaan tanah (pertanian sawah atau tanah kering) per orang atau keluarga berdasarkan tingkat kepadatan penduduk di tiap daerah kabupaten.

Dengan mempertimbangkan jumlah anggota keluarga serta kombinasi sawah dan tanah kering, luas maksimum tanah yang boleh dikuasai oleh seseorang atas nama satu keluarga di daerah tidak padat adalah 20 hektare. Meskipun undang-undang itu telah menyebutkan dengan tegas sanksi-sanksi terhadap pelanggarannya, penegakan hukumnya tidak dilakukan.

Kedua, pasca-redistribusi atau legalisasi tanah. Peraturan presiden itu menyatakan subyek penerima TORA wajib menggunakan, mengusahakan, dan memanfaatkan sendiri tanahnya. Dia tidak boleh menyewakan, menggadaikan, atau menelantarkan tanahnya. Tapi peraturan itu tidak secara tegas melarang penjualan tanah. Peraturan tersebut hanya menyatakan subyek dapat mengalihkan hak atas tanahnya atas izin dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Kepala Kantor Pertanahan setempat. Pengalihan hak ini mungkin untuk pewarisan dan harus dipertegas ihwal larangan untuk menjual atau menyewakannya.

Persoalan penjualan tanah pertanian sangat penting diperhatikan. Sensus Pertanian pada 2013 (BPS, 2014) menunjukkan bahwa selama 2003-2013 telah terjadi penjualan lahan pertanian dari petani yang menguasai lahan kurang dari 0,1 hektare kepada petani yang menguasai lahan lebih dari 0,5 hektare. Jumlah rumah tangga petani selama 10 tahun turun sekitar 5 juta petani, terutama dari kelompok yang menguasai lahan kurang dari 0,1 hektare. Dengan kata lain, kelompok terakhir ini telah meninggalkan statusnya sebagai petani.

Petani gurem yang telah memperoleh tambahan lahan melalui reforma agraria diharapkan tidak menjual tanahnya. Bila dijual, dapat dikatakan program reforma agraria sia-sia. Pemerintah perlu membuat peraturan, bila penerima TORA hendak melepaskan asetnya, dia tidak menjualnya, melainkan mengembalikannya kepada pemerintah untuk dialokasikan ke subyek lain.

Draf Rancangan Undang-Undang Pertanahan, yang masih digodok di DPR, belum menetapkan batas kepemilikan tanah dan memandatkan kepada pemerintah untuk menentukannya. Petani di Indonesia, sebagai negara agraris, perlu memiliki tanah pertanian yang cukup luas. Tapi luasnya juga harus dibatasi agar tanah pertanian benar-benar diusahakan langsung oleh pemiliknya. Apabila petani memiliki modal lebih, ia dapat menginvestasikannya di luar usaha tani, baik pengolahan dan pemasaran hasil pertanian maupun di luar pertanian.

Usaha pertanian, khususnya pertanian rakyat, kini didominasi oleh golongan usia tua. Generasi muda telah meninggalkan pertanian. Pembatasan luas pemilikan tanah pertanian diharapkan dapat memberikan insentif dan menarik generasi muda pedesaan untuk berkiprah memajukan pertanian.

Berita terkait

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

2 hari lalu

Hibah untuk Keberlanjutan Media yang Melayani Kepentingan Publik

Tanggung jawab negara dalam memastikan jurnalisme yang berkualitas di Tanah Air perlu ditagih.

Baca Selengkapnya

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

6 hari lalu

AFPI Sebut Mahasiswa Jadi Salah Satu Peminjam Dana Fintech Lending, untuk Bayar UKT hingga Penelitian

Mahasiswa disebut menjadi salah satu peminjam di fintech lending.

Baca Selengkapnya

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

21 hari lalu

DPRD DKI Jakarta Gelontorkan Rp 3 M untuk Seragam Dinas, Sekwan: Ada Pin Emas

DPRD DKI Jakarta kembali menggelontorkan anggaran miliaran untuk pengadaan baju dinas dan atributnya. Tahun 2024 bahkan anggarannya naik menembus Rp 3 miliar.

Baca Selengkapnya

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

22 hari lalu

Pastikan Dukung Hak Angket, NasDem: Menunggu Penghitungan Suara Selesai

NasDem memastikan bakal mendukung digulirkannya hak angket kecurangan pemilu di DPR. Menunggu momen perhitungan suara rampung.

Baca Selengkapnya

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

42 hari lalu

H+1 Pemilu, Bulog Salurkan Lagi Bansos Beras

Bayu Krisnamurthi memantau langsung penyaluran bansos beras di Kantor Pos Sukasari, Kota Bogor, Jawa Barat pada Kamis, 15 Februari 2024.

Baca Selengkapnya

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

45 hari lalu

Penjabat Bupati Banyuasin Sidak Pusat Pelayanan Terpadu Citra Grand City

Hani Syopiar mengapresiasi tenaga kesehatan yang bertugas selama libur panjang.

Baca Selengkapnya

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

45 hari lalu

Urgensi Kontranarasi dari Film Dokumenter "Sexy Killer" dan "Dirty Vote"

Layaknya "Sexy Killer", "Dirty Vote" layak diacungi jempol. Substansi yang dihadirkan membuka mata kita tentang kecurangan dan potensi-potensi kecurangan elektoral secara spesifik, yang boleh jadi terlewat oleh kesadaran umum kita.

Baca Selengkapnya

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

51 hari lalu

PT Pegadaian Dukung Sertifikasi Halal bagi Pedangang Mie Bakso Yogyakarta

PT Pegadaian berkolaborasi dengan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) serta Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Ashfa Yogyakarta untuk memfasilitasi proses sertifikasi halal.

Baca Selengkapnya

Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

52 hari lalu

Terkini: Seruan Pemakzulan Jokowi karena Penyelewengan Bansos, Gaji Ketua KPU yang Melanggar Etik Loloskan Gibran

Berita terkini: Seruan pemakzulan Presiden Jokowi karena dugaan penyelewengan Bansos, gaji Ketua KPU yang terbukti langgar etik meloloskan Gibran.

Baca Selengkapnya

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

52 hari lalu

Bagaimana Bongbong Memenangkan Pilpres Filipina

Kemenangan Bongbong, nama beken dari Ferdinand Marcos Jr. sering dikaitkan dengan penggunaan media sosial seperti Tiktok, Instagram dan Facebook secara masif, selain politik gimmick nir substansi berupa joget-joget yang diperagakan Bongbong.

Baca Selengkapnya